Suku Baduy Propinsi Banten
Suku Baduy Propinsi Banten
Assalamu'alaikum..... Sampurasun.... Rampes... Sambil main ke saudara yang berada di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak. Mamang menyempatkan untuk berkunjung ke Suku Baduy, sekedar ingin tahu saja, Suku Baduy mendiami kawasan Pegunungan Keundeng, tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Mereka memiliki prinsip hidup cinta damai, tidak mau berkonflik dan taat pada tradisi lama serta hukum adat. Kadang kala Suku Baduy juga menyebut dirinya sebagai orang Kanekes, karena berada di Desa Kanekes.
Mereka berada di wilayah Kecamatan Leuwidamar.
Perkampungan mereka berada di sekitar aliran sungai Ciujung dan
Cikanekes di Pegunungan Keundeng.
Atau sebelah barat
ibukota Jakarta dan sebelah selatan ibu kota Serang. Masyarakat
suku Baduy sendiri terbagi dalam dua kelompok.
Kelompok
terbesar disebut dengan Baduy Luar yang tinggal
disebelah utara Kanekes. Sementara di bagian selatannya
dihuni masyarakat Baduy Dalam atau Urang Tangtu. Kedua kelompok ini memang memiliki ciri yang beda. Bila
Baduy Dalam menyebut Baduy Luar dengan sebutan Urang Kaluaran,
sebaliknya Badui Luar menyebut Badui Dalam dengan panggilan Urang Girang
atau Urang Kejeroan.
Ciri lainnya, pakaian yang biasa dikenakan Baduy
Dalam lebih didominasi berwarna putih-putih. Sedangkan, Baduy Luar lebih
banyak mengenakan pakaian hitam dengan ikat kepala bercorak batik warna
biru. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, masyarakat yang
memiliki konsep inti kesederhanaan ini belum pernah mengharapkan bantuan
dari luar. Mereka secara mandiri dengan cara bercocok tanam dan
berladang.
Selain itu mereka menjual hasil kerajinan seperti Koja dan
Jarog(tas yang terbuat dari kulit kayu), tenunan berupa selendang, baju,
celana, ikat kepala, sarung, golok, parang dan berburu. Masyarakat
Baduy sangat taat pada pimpinan yang tertinggi yang disebut Puun. Puun
ini bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan kehidupan
masyarakat yang menganut ajaran Sunda Wiwitan peninggalan nenek
moyangnya.
Setiap kampung di Baduy Dalam dipimpin oleh seorang Puun,
yang tidak boleh meninggalkan kampungnya. Pucuk pimpinan adat dipimpin
oleh Puun Tri Tunggal, yaitu Puun Sadi di Kampung Cikeusik, Puun Janteu
di Kampung Cibeo dan Puun Kiteu di Cikartawana. Sedangkan wakilnya
pimpinan adat ini disebut Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai juru bicara
dengan pemerintahan desa, pemerintah daerah atau pemerintah pusat.
Di
Baduy Luar sendiri mengenal sistem pemerintahan kepala desa yang disebut
Jaro Pamerentah yang dibantu Jaro Tanggungan, Tanggungan dan Baris
Kokolot. Keberadaan masyarakat Baduy sendiri sering dikaitkan dengan
Kerajaan Sunda (Pajajaran). Saat itu, kerajaan
Pajajaran yang berlokasi di Bogor memiliki pelabuhan dagang besar di
Banten, termasuk alamnya perlu diamankan. Nah, tugas pengamanan ini
dilakukan oleh pasukan khusus untuk mengelola kawasan berhutan lebat dan
berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan ini
yang diyakini sebagai cikal bakal Suku Baduy.
Ada pula yang mempercayai
awal kebedaraan Suku Baduy, merupakan sisa-sisa pasukan Pajajaran yang
setia pada Prabu Siliwangi. Mereka melarikan diri dari kejaran pasukan
Sultan Banten dan Cirebon. Namun pada akhirnya, mereka dilindungi
Kesultanan Banten dan diberi otonomi khusu