Kehidupan anak pemulung di Jakarta
Sampurasun ... Rampes.
MANGYONO.com – Hari Kamis (12/3/2015) saya ada acara ke Jembatan Tiga, ke tempat Bending dan tekuk besi. Setelah makan di warung, saya melihat anak – anak pemulung yang sedang beristirahat di dekat Warung makan. Baca Warteg Perempatan Taman Al-Amanah Jelambar
Sambil menunggu jam masuk pabrik, saya ngobrol dengan anak – anak pemulung. Pian dan teman temannya sudah lama menggeluti pekerjaan sebagai pemulung. Setiap hari dia berjalan menarik gerobak sambil terseok-seok dengan tumpukan kardus-kardus, besi tua / rongsokan di sekitaran kawasan Jembatan Tiga, Pluit, Jakarta tanpa alas kaki. Wajahnya nampak lelah, jalannya tak seimbang, sementara badannya hitam terbakar matahari. Baca Aku butuh kehadiran dan kehangatan mu
FOTO : anak pemulung di Jakarta, Foto jepretan admin
"Saya sudah lama memulung di sini Om, kurang ingat jelas saya, paginya memulung siangnya sekolah" tutur Pian
Bersandarlah dia di gerobak yang ukurannya hampir dua kali lipat dari tubuhnya. Sepertinya dia lelah menarik gerobak itu, meskipun bergantian dengan teman – temannya, tapi dari pagi dia belum sarapan.
"Saya, dari pagi belum sarapan om, untuk makan saya mengandalkan hasil dari menjual kardus dan rongsokan ini yang saya pungut dari tempat pembuangan sampah”
Usai beristirahat sejenak sambil bersandar, Pian dan teman - temannya kembali melanjutkan langkah dia perlahan-lahan. Tumpukan kardus yang dia kumpulkan sepertinya cukup untuk makan hari ini.
Ada rasa bangga mendengar nama “Jakarta”. Ibu kota negara, tempat bertugas para menteri dan presiden, tempat bekerja dari para wakil rakyat, tempat tinggal orang-orang kaya di Indonesia, tempat beredarnya sebagian besar uang di negeri ini. Di balik deretan sebutan itu, ternyata Jakarta memiliki potret yang menyeramkan menurut saya
Jakarta menjadi tempat tinggal orang terkaya dan termiskin di Indonesia. Untuk sebutan terkaya, bukan hal baru dan aneh lagi. Orang kaya memang pada umumnya memilih tempat tinggal yang nyaman. Salah satunya adalah Jakarta. Baca TransJakarta dari halte Pulogadung - Kalideres
Pemulung sebenarnya mempunyai cukup rezeki dibandingkan para pengemis yang hanya meminta. Hanya saja yang saya lihat pada umumnya, tidak mempunyai budaya menabung. Kalau hari ini dapat uang banyak, uang itu dihabiskan pada hari itu juga. Prinsip mereka praktis sekali, hidup untuk hari ini. Besok, akan ada rezeki lagi. Baca Musim Hujan Rejekinya Ojek Payung