Sistem BAWON Pada Pertanian Padi Di Pagaden Barat, Subang
Sampurasun ... Rampes.
MANGYONO.com - Sistem BAWON Pada Pertanian Padi Di Desa Bendungan, Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Masyarakat di Dusun Gardu, Desa Bendungan, Kecamatan Pagaden Barat adalah masyarakat yang bermatapencaharian utama sebagai petani. Didukung dengan letak geografis yang berada di dataran rendah.
Setiap panen padi tiba, masyarakat yang memiliki lahan pertanian sendiri mulai mempersiapkan hal-hal yang bersangkutan dengan panen padi. Mulai dari alat-alat pertanian, modal, dan tenaga kerja.
Sistem BAWON Pada Pertanian Padi Di Kecamatan Pagaden Barat, Subang
Untuk pemanenan padi, kegiatan ini diawali dengan pemotongan batang padi dengan menggunakan sabit setelah batang padi dipisahkan maka kegiatan berikutnya adalah perontokan dari tangkainya. Pada kegiatan panen laki-laki dan perempuan berpartisipasi dalam hal ini.
Ngarit atau derep, memotong batang padi menggunakan sabit pada panen padi
Memanen memerlukan dua tahapan, yang pertama memotong tanaman yang kemudian dikumpulkan dalam satu tempat kemudian yang kedua adalah memisahkan atau merontokan bulir padi dari tangkainya yang disebut dengan ngagebot.
Mengumpulkan pohon padi yang sudah diarit di suatu tempat untuk selanjutnya dilakukan perontokan bulir padi dari batang.
Ngagebot adalah memukul tanaman berulang kali sampai bulir padi terpisah dari tangkainya dengan menggunakan alat yang disebut gebotan. Gebotan terbuat dari papan dan bambu yang disusun menggunakan paku dan memiliki bentuk seperti huruf A.
FOTO : Ngagebot, memukul tanaman berulang kali sampai bulir padi terpisah
dari tangkainya dengan menggunakan alat yang disebut gebotan.
Bawon merupakan upah natural yang diberikan pemilik lahan kepada buruh tani, khususnya untuk kegiatan babut, tandur dan panen yang biasanya apabila orang tersebut babut, tandur / menanam padi maka yang melakukan panen orang itu juga.
Babut yaitu mencabut bibit padi dari penyemaian atau pawinian
Sistem “Bawon” ini dilakukan di Desa Bendungan sudah sejak jaman dahulu hingga menjadi tradisi atau budaya masyarakat setempat. Masyarakat menerapkan sistem “bawon” hanya ketika musim tanam berikut pemanenan padi tiba. Seluruh masyarakat desa akan disibukkan dengan kegiatan pertanian ketika menjelang hingga setelah panen selesai. Sistem “bawon” ini terjadi antara pemilik lahan dan buruh tani yang bekerja mengolah lahan pertanian ketika musim padi tiba. Tidak diketahui asal-usul atau latar belakang dari penamaan atau istilah “bawon” dalam menyebut sistem resiprositas disini. Masyarakat setempat menirukan orang-orang terdahulu yang sudah terbiasa menggunakan istilah “bawon” dalam kegiatan pertanian di Desa Bendungan.
Tandur / Tanju menanam bibit padi disawah dengan cara maju.
Masyarakat
yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri, biasanya bekerja sebagai
penanam dan pemanen padi. diluar itu dilakukan buruh tani untuk mengolah
lahan pertanian milik orang lain. Yang menjadi pekerjaan buruh padi
diantaranya nampingan, mopok galeng, ngalepa, naplak, penyiangan rumput
baik itu ngagurul atau ngarambet, penyemprotan dan pemupukan. Dalam
kegiatan bertani di Desa Bendungan ini, para buruh mendapatkan upah atau
“bayaran” berupa uang dari pemilik lahan sebesar 40 ribu untuk laki –
laki dan 35 ribu untuk perempuan per setengah hari.
Nyorogan upah
atau “bayaran” berupa uang dari pemilik lahan sebesar 40 ribu per setengah hari.
Yang memanen padi dahulunya juga diminta bantuan saat menanamnya. Nah, untuk tandur dan pemanenan padi berikut perontokan gabah para buruh tidak mendapatkan upah berupa uang namun berupa hasil panen yang dipanen oleh buruh tadi. Inilah yang disebut sistem “Bawon” di Desa Patemon. Upah derep yang berujud “bawon” gabah ataupun bawon padi tersebut dihitung berdasarkan perbandingan hasil pendapatan padinya. Biasanya adalah satu berbanding enam. Artinya padi yang dihasilkan ditakar dulu, misalnya menggunakan baskom untuk penakarannya atau menggunakan timbangan, maka ketika hitungan sebanyak enam baskom atau enam kilo, maka yang memetik alias yang derep akan memperoleh jatah sebanyak satu baskom atau satu kilogram.
Baca juga :
Proses dari menanam padi sampai menjadi beras
Cara membuat benih padi sendiri.
Panen padi masih menggunakan perontok padi manual
Sekilas tentang tanaman padi
Kebiasaan Menanam Padi TANDUR Berubah Jadi TANJU Model baru menanam padi di Pagaden Barat
Namun kini di Dusun Gardu ketentuan takaran biasa menggunakan kilogram. Satuan dari penghitungan hasil panen ini menggunakan timbangan yang biasa digunakan untuk mengukur seberapa banyak panen ”gabah” yang didapat oleh buruh. Misalnya, seorang buruh dapat memperoleh 1 karung “gabah”, maka si pemilik lahan akan menghitung berapa berat “gabah” dalam 1 karung tersebut dan nantinya dibagi per enam untuk mengetahui seberapa banyak yang akan didapat oleh seorang buruh. Setiap 5 kilogram “gabah”, buruh akan mendapatkan satu kilogram “gabah” dan kelipatannya.
Menghitung bawon atau pembagian hasil panen dengan menggunakan timbangan. Biasanya
si empunya sawah memberikabar dan mempersilahkan tetangga yang telah
membantu tandur tadi untuk ikut panen menikmati hasil keringat mereka.
Karena pada waktu tandur mereka tidak dibayar, maka pada saat panen
inilah keringat mereka dibayar. Dari 6 Kuintal padi yang didapat, 5 kuintal
untuk si empunya sawah, 1 kuintal untuk tetangga yang membantu itu, bahkan
sering pula si empunya sawah “Ngembohan” memberikan lagi 10 Kg s/d 25 Kg untuk
mereka....
Sistem “Bawon” ini memang tidak dapat diandalkan sebagai pekerjaan yang dapat menghasilkan uang guna memenuhi kebutuhan rumah tangga. Namun sistem “Bawon” dapat menjadi salah satu strategi pemenuhan kebutuhan pangan bagi keluarga, “gabah” yang diperoleh buruh dari hasil memanen lahan padi milik juragan bisa “tutu” atau digiling menjadi beras, beras itulah yang nantinya menjadi makanan pokok sehari-hari keluarga buruh tadi. Ketika musim padi tiba, buruh tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli beras, karena “gabah” yang dipanen buruh tadi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga hingga musim panen selesai. Meski sistem “Bawon” memiliki kelemahan yaitu tidak menghasilkan uang, padahal uang inilah yang menjadi pemicu seseorang bekerja, namun dalam sistem “Bawon” menciptakan nilai sosial dalam masyarakat.
Dengan perhitungan ini maka konsep bagi-bagi rejeki dengan tetangga atau kerabat yang tidak memiliki sawah dalam sebuah panen tidak hilang