Kemiskinan Membuat Aku Kaya
Aku Kerja Serabutan di Jakarta. Kemiskinan Membuat Aku Kaya...
Terlahir dari keluarga tak mampu, tak membuatku kecil hati atau minder. Meski memang ada sebagian dari mereka yang mencemooh kemelaratan kami.
Berhasil menamatkan sekolah bukan berarti aku mampu, tapi ada perjuangan Nenek dan Kakekku yang pontang -panting, mengorbankan segalanya hanya demi aku bisa lulus sekolah. Nenek peyemangatku supaya terus berprestasi. Ya, karena pertimbangan ekonomi yang sangat minim, aku harus terus mempertahankan prestasi supaya tetap bisa lulus.
Sampai akhirnya aku lulus sekolah. Masuk kerja serabutan di proyek asal punya penghasilan tambahan. Gubuk lapuk Kakek dan Nenek satu-satunya makin bobrok. Saat hujan, bocor dimana-mana karena gentengnya bolong-bolong dan retak. Pernah aku susah payah naik ke atap, memasangkan genteng yang terbuka tertiup angin saat hujan besar. Air hujan bercampur air mata kami deras mengalir menganak sungai di pipi.
Ya Allah… Semelarat inikah keluargaku? Tekatku semakin kuat. Aku harus membahagiakan Nenek dan Kakek, juga harus membalaskan pengorbanannya demi supaya aku bisa terbiayai. Keinginan segera kerja tak bisa kutahan lagi. Tapi kerja apa? Tetangga yang kerja di kota malah pulang karena di Jakarta susah mencari pekerjaan.
Tahun 1996 setelah lulus dari STMN Purwakarta aku merantau ke Jakarta kerja di proyek pembangunan menara BII di daerah MH Thamrin, Jakarta Pusat. Selesai di Menara BII pindah kerja ke Proyek Bidakara, Pancoran aku kebagian menjadi orang Gudang, mencatat kelura masuk barang proyek. Tahun 1997 Indonesia dilanda Krisis ekonomi dan runtuhnya orde baru membuat kondisi negara tidak stabil. Banyak pekerja kena PHK. Tapi Alhamdulillah aku gak terkena PHK, walau gaji kecil yang penting halal dan bisa memperbaiki perekonomian keluarga.
Hidup prihatin selama di proyek, aku lalui dengan sabar. Di Jakarta tempatku kerja gaya hidupnya bebas dan keras. Bertolak belakang dengan keadaan di kampung. Kondisi itu menempaku untuk hidup lebih tegar dan prihatin. Aku dituntut dewasa dengan sendirinya. Saat Kerja di Proyek, aku gunakan kerja sambil membawa dagangan nasi bungkus dari rumah Paman dan Bibi di Sunter ke Proyek Graha Niaga 2 di Sudirman dekat Senayan. Sen demi sen uang yang didapat kukumpulkan untuk modal di kampung. Supaya Nenek dan Kakek bisa hidup lebih baik. Tidak hanya itu, aku juga berpikir masa depanku. Saat aku ingin berumah tangga, sekarang aku punya penghasilan aku kumpulkan. Tapi bagaimana setelah pulang kampung nanti?. Aku tidak mungkin selamanya jadi Kuli di Jakarta. Suatu saat aku pulang dan dituntut harus punya bekal serta persiapan. Hal inilah yang menjadi awal titik balik hidupku.
Karenanya waktu tidur aku gunakan untuk online. Belajar menulis, banyak membaca dan berinteraksi dengan teman baru di dunia maya. Aku mati-matian mendalami nulis dan baca, dipublish di internet ( di blog www.mangyono.com ini ) dan mendftar untuk memasang iklan google, menjadi mitra di Googlen Adsense. Tulisanku mulai banyak dibaca orang - orang. Alhamdulillah dapat honor dari Google perbulan.
Aku terpacu terus menulis. Berharap perjuangan ini sebagai perubahan dalam hidupku, bisa punya lahan usaha yang mampu menghidupi keluargaku di Kampung. Hasil dari kerja kerasku belajar menulis dan membaca di sela padatnya pekerjaan prestasiku pun mulai muncul. Selain artikel, ada juga vidio yang berhasil aku unggah ke internet dan menghasilkan uang.
Aku teringat perkataan guru mengaji ....
"Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubanhnya."
Aku memang berasal dari keluarga miskin. Perekonomian keluargaku morat-marit. Tapi aku tidak ingin selamanya hidupku demikian. Karenanya aku harus merobah diri supaya keluar dari kemiskinan. Aku harus bangkit dari keterpurukanku.
Titik balik kehidupanku yang awalnya melarat kini mulai berangsur - angsur membaik... Istriku dan anak - anakku dikampung bisa tercukupi semua kebutuhannya. Meski aku bukan lulusan sarjana tapi kini aku bisa bekerja sebagai tukang nulis di internet dan berpenghasilan sampingan tiap bulannya.
Keterpurukanku di masa lalu dalam hal ekonomi sudah mulai terobati. Rumah yang ditempati keluarga sudah permanen. Tuhan tahu aku bekerja dengan sepenuh hati. Kerja kerasku kini membuahkan hasil. Meski tidak kaya tapi Alhamdulillah hidupku kini sejahtera.... Alhamdulillah.
Itulah kisahku .... Kisahmu mana.... Kirim ya ke redaksi Blog Mang Yono .....
Aku terpacu terus menulis. Berharap perjuangan ini sebagai perubahan dalam hidupku, bisa punya lahan usaha yang mampu menghidupi keluargaku di Kampung. Hasil dari kerja kerasku belajar menulis dan membaca di sela padatnya pekerjaan prestasiku pun mulai muncul. Selain artikel, ada juga vidio yang berhasil aku unggah ke internet dan menghasilkan uang.
Aku teringat perkataan guru mengaji ....
"Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubanhnya."
Aku memang berasal dari keluarga miskin. Perekonomian keluargaku morat-marit. Tapi aku tidak ingin selamanya hidupku demikian. Karenanya aku harus merobah diri supaya keluar dari kemiskinan. Aku harus bangkit dari keterpurukanku.
Titik balik kehidupanku yang awalnya melarat kini mulai berangsur - angsur membaik... Istriku dan anak - anakku dikampung bisa tercukupi semua kebutuhannya. Meski aku bukan lulusan sarjana tapi kini aku bisa bekerja sebagai tukang nulis di internet dan berpenghasilan sampingan tiap bulannya.
Foto admin dan anak - anakku "Gugum" si sulung dan "Gigin" si Bungsu Jepretan tahun 2015
Keterpurukanku di masa lalu dalam hal ekonomi sudah mulai terobati. Rumah yang ditempati keluarga sudah permanen. Tuhan tahu aku bekerja dengan sepenuh hati. Kerja kerasku kini membuahkan hasil. Meski tidak kaya tapi Alhamdulillah hidupku kini sejahtera.... Alhamdulillah.
Itulah kisahku .... Kisahmu mana.... Kirim ya ke redaksi Blog Mang Yono .....