Kasus 'Jetot-Man' Siswa SD RA Kartini, Soklat, Subang, Jawa Barat Versi Kuasa Pelapor
Kasus 'Jetot-Man' Siswa SD RA Kartini, Soklat, Subang, Jawa BaratVersi Kuasa Pelapor
Kasus "jetot-man" (cubit putar tarik) siswa yang terjadi di SD RA Kartini, Soklat Subang, Jawa Barat kini ditangani pihak Polres Subang.
Inilah kasus "jetot-man" (cubit putar tarik) dari pihak pelapor yang dikuasakan ke Biro Hukum LSM Forum Peduli Subang yang dikutip dari website perak-online.com tanpa melalui proses editing.
Penayangan berita ini sekaligus sebagai klarifikasi dari berita Guru SD RA Kartini, Soklat, Subang Jadi Tersangka Karena Diadukan Orang Tua Siswa
"Setelah melakukan gelar perkara dan dianggap cukup unsur, Tim Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Subang langsung meningkatkan status kasus “Jetot-men” di SDN R.A Kartini dari penyelidikan ke penyidikan, Rabu (06/04/2016) dan kini penyidik tengah meminta keterangan saksi dari teman-teman HM, termasuk korban lainnya.
Sebelumnya, peristiwa memilukan sekaligus memalukan Korp Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ini tentu menjadi pukulan keras yang pasti dirasakan oleh keluarga korban saat mendapati anak kesayangannya telah menjadi korban kekerasan, bahkan hal itu terjadi di tempat yang seharusnya ia mendapatkan pendidikan yang layak.
Hal itu yang dirasakan oleh Harry Heryanto (45), ia mendapati anaknya telah menjadi korban jetot-men (cubit putar tarik) hingga anaknya HM (11) mengalami luka memar di punggung, lengan kanan dan kirinya.
Dalam beberapa hari, anak keduanya itu mengalami demam dan trauma akibat jetot-men yang dilakukan oleh teman-teman sekelasnya, Senin (19/10/15) lalu. Ironisnya, aksi kekerasan itu diduga karena disuruh oleh guru kelasnya di kelas 5 (Lima) SDN RA. Kartini, Subang Raden Drajat Imandi.
Dengan mendapatkan pendampingan dari Divisi Bantuan Hukum Forum Masyarakat Peduli (Bankum FMP), orang tua korban Harry kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Unit PPA Polres Subang dengan membawa bukti telah melakukan visume et repertum dari RSUD Subang, Rabu (18/11/15) dengan Tanda Bukti Laporan Nomor: LP-B/567/XI/2015/JBR/RES SBG.
Menyikapi hal itu, Ketua Umum FMP Asep Sumarna Toha mendukung langkah yang dilakukan oleh orang tua korban, pasalnya dengan melibatkan anak dalam aksi kekerasan akan berdampak negatif terhadap perkembangan mental anak-anak itu sendiri, nantinya akan gemar melakukan kekerasan dalam menjalani kehidupannya.
Asep meminta Polres Subang untuk mengusut tuntas Raden Drajat Imandi yang menyuruh melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk Kepala SDN R.A Kartini Subang Yani karena membiarkan kejadian kekerasan terhadap anak di sekolah yang dipimpinnya.
Tambah Asep, perkara yang sedang ditangani Unit PPA tentang dugaan guru yang menyuruh melakukan kekerasan terhadap siswa kelas 5 di SDN R.A Kartini ini cukup menjadi pelajaran dan menjadi yang terakhir.
Ketum FMP yang biasa disapa Asep Batman ini juga menyatakan tidak akan mundur siapa pun backingnya. Sebab, persoalan ini menyangkut masa depan generasi bangsa yang jika dibiarkan, maka sekolah tersebut akan melahirkan generasi yang rusak dan gemar kekerasan.
“Makanya, selain dilaporkan ke polisi, kami melaporkannya juga ke Mendiknas dan KPAI, kita tinggal tunggu reaksinya,” tegas Asep.
Sementara itu, dari informasi yang berhasil di himpun Perak, Raden Drajat Imandi membantah telah menyuruh melakukan kekerasan kepada sesama peserta didiknya di kelas, tapi atas kesepakatan bersama antara ia sebagai guru dengan anak didiknya untuk menetapkan jetot-man di kelas 5 (Lima).
Sementara itu, menurut pengakuan teman-teman HM bahwa korbannya tidak hanya HM seorang, namun masih ada lagi yakni DN dan DN dalam hari yang sama.
Beberapa teman HM membocorkan selain menyuruh melakukan kekerasan, Raden kerap berkata kasar seperti menyebutkan kata-kata binatang dan jorok. Lebih ironis, Raden juga kerap menyewakan kalkulator saat pelajaran Matematika seharga Rp8.000 s.d Rp10.000.- dan menurut kakak kelas HM, Raden berjualan makanan ringan di kelas, yang mana aturanya, siswa tidak boleh istirahat sebelum jualannya habis.
Drajat dijerat pasal 80 “ kekerasan terhadap anak dibawah umur” UURI No14/2014 Perubahan atas UU No23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjaraa dan denda Rp72 Juta. "